Tuesday, 8 November 2016

Perjuangan 10 November - Pahlawan

Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942tentarJepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah penyerahan tanpa syarat tersebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kedatangan Tentara Inggris & Belanda
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia BelandaNICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.
Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Insiden Hotel Yamato
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/f/fc/Hotel_oranye_1911.jpg/225px-Hotel_oranye_1911.jpg
Hotel Oranye di Surabaya tahun 1911.
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada malam hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/db/Hote-orange.jpg/220px-Hote-orange.jpg
Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel Yamato
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Kematian Brigadir Jenderal Mallaby
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Aubertin Mallaby
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani pada tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/5/5b/Mallaby-car-b1.jpg/220px-Mallaby-car-b1.jpg
Mobil Buick Brigadir Jenderal Mallaby yang meledak di dekat Gedung Internatio dan Jembatan Merah Surabaya
Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg:
"... Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby). Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik... karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan ..."
10 November 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka.
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/ed/Bung_Tomo.jpg/220px-Bung_Tomo.jpg
Bung Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.[5]
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ariKH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya.[2] Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara.[3] Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
vv
Share:

Paddle Pop Atlantos 2 Episode 4

Share:

Tuesday, 1 November 2016

Cara merubah format video

Share:

Sunday, 30 October 2016

Cara mengatsi laptop lambat

Share:

Friday, 28 October 2016

Daftar google adsense ~ Tutorial

Share:

Cara Convert video dengan music ~ Tutorial

Share:

Thursday, 27 October 2016

Cara merestart laptop ~ Tutorial

Share:

Cara membuat facebook ~ Tutorial

Share:

Cara membuat facebook ~ Tutorial

Share:

Wednesday, 26 October 2016

Cara daftar akun google ~ Tutorial

Share:

Tuesday, 25 October 2016

Paddle pop atlantos 2 Episode 2

Share:

cara memonitesasikan youtube ~ Tutorial

Share:

Cara mengaktifkan hibernite ~ Tutorial

Share:

Tuesday, 18 October 2016

God of War 1 Game Movie Full Complite Boss Fight

Share:

Paddle pop atlantos Episode 4

Share:

Paddle pop atlantos Episode 3

Share:

Thursday, 13 October 2016

Kekejaman terhadap hewan & Laika

Kekejaman terhadap hewan


Kekejaman terhadap hewan atau penganiayaan/penindasan hewan adalah penderitaan atau kekerasan yang dilakukan manusia terhadap hewan  untuk tujuan selain perlindungan diri. Dalam pemahaman yang lebih sempit lagi, itu bisa berarti kekerasan yang dilakukan demi keuntungan sendiri, misalnya membunuh hewan untuk makanan atau demi mendapat bulunya. Sudut pandang yang berbeda-beda dianut oleh yurisdiksi di masing-masing negara.
Secara umum, ada dua pendekatan untuk masalah ini. Pihak pendukung kesejahteraan hewan berpendapat bahwa tidak ada yang salah dengan menggunakan hewan untuk keperluan manusia, seperti makanan, pakaian, hiburan, dan penelitian, tetapi itu harus dilakukan dengan cara manusiawi yang meminimalkan rasa sakit dan penderitaan yang tidak perlu. Para ahli teori hak hewan mengkritik pihak ini, dengan alasan bahwa kata-kata "tidak perlu" dan "manusiawi" tunduk pada interpretasi yang sangat berbeda, dan bahwa satu-satunya cara untuk menjamin perlindungan bagi hewan adalah untuk mengakhiri status mereka sebagai benda kepemilikan, dan untuk memastikan bahwa mereka tidak pernah digunakan sebagai komoditi. Hukum tentang kekejaman binatang dirancang untuk mencegah kekejaman terhadap binatang, bukan membunuh untuk tujuan-tujuan lain seperti makanan.

Laika (bahasa Rusia: Лайка, secara harfiah berarti "Penyalak"; 1954–3 November 1957) adalah seekor anjing Rusia yang menjadi binatang pertama yang mengorbit Bumi serta makhluk hidup pertama yang tewas pada saat mengorbit. Pada masa itu, teknologi untuk mengorbit belum dikembangkan, sehingga tidak ada harapan untuk bertahan hidup. Hanya sedikit dampak penerbangan luar angkasa pada makhluk hidup yang diketahui sewaktu misi Laika dilakukan. Beberapa ilmuwan percaya bahwa manusia tidak akan mampu bertahan pada peluncuran maupun kondisi di luar angkasa, sehingga diadakan penerbangan untuk makhluk hidup bukan manusia sebagai awal penerbangan untuk manusia. Nama aslinya adalah Kudryavka (bahasa Rusia: Кудрявка 'Si Ikal Kecil'), menjalani pelatihan dengan dua anjing lainnya, dan akhirnya dipilih sebagai penumpang pesawat ruang angkasa Soviet Sputnik II yang diluncurkan ke luar angkasa pada 3 November 1957.
Laika diyakini tewas beberapa jam setelah peluncuran akibat terlalu panasnya suhu, yang kemungkinan disebabkan oleh kegagalan penopang R-7 pusat memisahkan diri dari muatan. Penyebab sebenarnya dan waktu kematiannya tidak diumumkan hingga tahun 2002; bahkan sebaliknya, secara meluas dilaporkan bahwa dia meninggal karena oksigennya habis, atau, ia mengalami eutanasia sebelum kehabisan oksigen, seperti yang ditegaskan pemerintah Uni Soviet pada awalnya. Meskipun demikian, percobaan tersebut membuktikan bahwa seorang penumpang hidup dapat bertahan dalam peluncuran ke orbit, serta merasakan keadaan tanpa beban, yang membuka jalan untuk misi luar angkasa berawak dan memberikan beberapa data kepada para ilmuwan tentang bagaimana reaksi kehidupan organisme terhadap lingkungan luar angkasa.
Pada 11 April 2008, para pejabat Rusia membangun sebuah monumen kecil untuk menghormati Laika. Monumen tersebut dibangun di dekat tempat penelitian militer di Moskwa yang mempersiapkan penerbangan Laika ke ruang angkasa. Monumen itu menggambarkan sosok anjing yang berdiri di atas roket.


Setelah sukses dalam misi Sputnik I, Nikita Khrushchev, pimpinan Soviet, menginginkan suatu pesawat luar angkasa diluncurkan pada 7 November 1957, bertepatan dengan hari ulang tahun ke-40 Revolusi Bolshevik. Sebuah satelit yang lebih canggih dari sebelumnya sedang dalam pembangunan, tetapi tidak akan siap sampai bulan Desember; satelit ini kelak dinamai Sputnik 3.
Agar dapat diluncurkan pada bulan November, maka mereka menyusun rancangan baru. Secara khusus Khrushchev ingin para insinyurnya mempersembahkan suatu pertunjukkan antariksa mengagumkan, sebuah misi yang akan mengulangi kejayaan Sputnik I yang menakjubkan dunia dengan kecakapan Uni Soviet. Para perancang menetapkan suatu penerbangan ke orbit Bumi dengan seekor anjing. Insinyur roket Soviet telah lama merencanakan pengorbitan anjing sebelum mencoba penerbangan untuk manusia; sejak 1951, mereka telah mengandangkan 12 anjing ke ruang angkasa bawah orbit dengan penerbangan balistik, bekerja secara bertahap menuju misi pengorbitan mungkin hanya beberapa waktu saja pada tahun 1958. Untuk memenuhi tuntutan Khrushchev, pengorbitan anjing akan dipercepat untuk peluncuran di bulan November.
Menurut sumber-sumber dari Rusia, keputusan resmi untuk meluncurkan Sputnik II direncanakan pada tanggal 10 atau 12, sehingga hanya terdapat waktu empat minggu bagi para pekerja untuk merancang dan membangun pesawat ruang angkasa.] Oleh karena itu, Sputnik II adalah suatu pekerjaan yang dibuat dengan terburu-buru, dengan sebagian besar bagian-bagian pesawat ruang angkasa dirakit dari sketsa kasar. Selain dari misi utama mengirimkan penumpang hidup ke luar angkasa, Sputnik II juga berisi instrumentasi untuk mengukur radiasi matahari dan sinar kosmik.[5]
Pesawat ini dilengkapi dengan sistem pendukung kehidupan yang terdiri dari sebuah generator oksigen dan perangkat untuk menghindari keracunan oksigen serta untuk menyerap karbon dioksida. Sebuah kipas yang dirancang untuk diaktifkan setiap kali suhu kabin melebihi 15 °C (59 °F), ditambahkan untuk menjaga suhu si anjing. Stok makanan dalam bentuk agar-agar diberikan untuk penerbangan tujuh hari, dan anjing itu dilengkapi dengan kantong untuk mengumpulkan sampah. Sebuah pengikat dirancang untuk dipasang untuk anjing, dan terdapat rantai untuk membatasi gerakannya untuk berdiri, duduk, atau berbaring, dan tidak ada ruang untuk berbalik ke kabin. Sebuah elektrokardiogram memantau denyut jantungnya, sementara instrumentasi lainnya mengawasi tingkat respirasi, tekanan arteri maksimum, dan gerakan anjing itu.[2][8]
Pelatihan
Awalnya Laika merupakan seekor anjing liar yang berkeliaran di jalan-jalan di Moskwa. Ilmuwan Soviet memilih hewan jalanan Moskwa karena mereka menganggap bahwa hewan tersebut telah belajar untuk bertahan pada kondisi dingin yang ekstrem dan kelaparan.[6] Spesimen ini sejenis anjing bastar betina dengan berat sebelas pon[9] dan berumur sekitar tiga tahun. Sumber lain melaporkan bahwa beratnya sekitar 6 kg (13 lb). Personel Soviet memberi beberapa nama dan julukan, di antaranya Kudryavka (Si Ikal Kecil), Zhuchka (Binatang Kecil), dan Limonchik (Lemon Kecil). Laika, sebuah nama Rusia untuk beberapa ras anjing mirip dengan anjing Eskimo, adalah nama yang dipopulerkan di seluruh dunia. Pers Amerika menjulukinya Muttnik (mutt [anjing campuran] + akhiran -nik) sebagai plesetan Sputnik,[10] atau menyebutnya Curly. Asal usul sebenarnya tidak diketahui, walaupun secara umum diakui bahwa ia bastar anjing eskimo atau anjing Nordik lainnya, atau mungkin juga keturunan ras terrier.[6] Sebuah majalah Rusia mendeskripsikannya bertemperamen apatis dengan menyatakan bahwa dia tidak pernah bertengkar dengan anjing lain.[9]
Sebelumnya Uni Soviet dan Amerika Serikat telah mengirimkan hewan hanya pada penerbangan suborbit.[12] Tiga anjing dilatih untuk penerbangan Sputnik II, yaitu: Albina, Mushka, dan Laika.[13] Seorang ilmuwan ruang angkasa Soviet bernama Oleg Gazenko kemudian memilih dan melatih Laika.[14] Albina terbang dua kali pada tes ketinggian roket, dan Mushka digunakan untuk menguji instrumentasi serta perangkat penunjang kehidupan.[8][12]
Untuk menyesuaikan anjing-anjing tersebut terhadap kabin sempit dalam Sputnik II, mereka dikurung dalam kandang yang sangat kecil pada jangka waktu hingga 20 hari. Pengurungan yang tak luas menyebabkan mereka berhenti buang air kecil atau buang air besar, membuat mereka gelisah, dan menyebabkan kondisi umum mereka memburuk. Pencahar tidak dapat memperbaiki kondisi mereka, dan para peneliti menemukan bahwa hanya waktu pelatihan yang lama terbukti efektif. Anjing-anjing itu ditempatkan di alat pemutar yang mensimulasikan percepatan peluncuran roket dan ditempatkan di mesin yang mensimulasikan suara-suara dari pesawat ruang angkasa. Hal ini menyebabkan detak jantung mereka berlipat ganda serta tekanan darah mereka meningkat sampai 30-65 torr. Anjing-anjing itu dilatih untuk makan jeli khusus bernutrisi tinggi yang akan menjadi makanan mereka dalam misi tersebut.[8]
Sebelum peluncuran, salah satu ilmuwan membawa Laika ke rumahnya untuk bermain dengan anak-anaknya. Dalam buku yang mencatat kisah kedokteran antariksa Soviet, Dr. Vladimir Yazdovsky mengatakan bahwa,
Saya ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan untuknya: Dia memiliki sedikit waktu tersisa untuk hidup.

Peluncuran
Menurut dokumen NASA, Laika ditempatkan di satelit pada 31 Oktober 1957, tiga hari sebelum dimulainya peluncuran.[8] Pada waktu itu, lokasi peluncuran sangat dingin dan selang yang terhubung ke pemanas yang digunakan untuk menyimpan wadahnya hangat. Dua asisten ditugaskan untuk mengawasi Laika sebelum peluncuran. Sesaat sebelum lepas landas pada 3 November 1957 dari Kosmodrom Baykonur, bulu Laika digosok dengan alkohol berkadar rendah serta dirawat dengan hati-hati, sementara yodium diteteskan ke daerah yang akan ditempeli sensor untuk memantau fungsi tubuhnya.[16]
Pada puncak laju perubahan percepatan, pernapasan Laika meningkat menjadi tiga sampai empat kali dibandingkan sebelum peluncuran.[8] Sensor menunjukkan bahwa detak jantungnya 103 denyut per menit sebelum peluncuran, dan meningkat menjadi 240 denyut per menit pada laju perubahan percepatan awal. Setelah mencapai orbit, moncong Sputnik II berhasil dilepaskan, namun inti "Blok A" tidak terlepas seperti yang direncanakan, sehingga sistem pengendalian suhu tidak beroperasi seperti semestinya. Beberapa isolasi termal terkoyak sehingga meningkatkan suhu kabin menjadi 40 °C (104 °F).[17] Setelah tiga jam dalam keadaan tak berbobot, denyut nadi Laika telah kembali menjadi 102 denyut per menit,[18] tiga kali lebih lama daripada yang terjadi selama tes di darat sebelumnya, yang mengindikasikan tekanan yang sedang dialaminya. Telemetri awal menunjukkan bahwa Laika gelisah, tetapi ia tetap memakan makanannya.[17] Setelah sekitar lima hingga tujuh jam penerbangan, tidak ada tanda-tanda kehidupan lebih lanjut yang diterima dari pesawat ruang angkasa.[8]
Para ilmuwan Rusia telah berencana untuk melakukan eutanasia kepada Laika dengan memberi makanan beracun. Selama bertahun-tahun, Uni Soviet memberikan laporan yang bertentangan bahwa dia telah meninggal akibat kehabisan oksigen karena baterai gagal berfungsi, atau karena eutanasia. Banyak rumor beredar tentang penyebab kematiannya. Pada tahun 1999, beberapa sumber dari Rusia melaporkan bahwa Laika telah meninggal ketika kabin terlalu panas pada hari keempat.[7] Pada bulan Oktober 2002, Dimitri Malashenkov, salah satu ilmuwan di balik misi Sputnik II, mengungkapkan bahwa Laika telah meninggal dalam sirkuit keempat penerbangan karena kepanasan. Dalam World Space Congress di Houston, Texas, Amerika Serikat, ia menyatakan bahwa hampir mustahil untuk membuat sistem kontrol temperatur yang handal dalam waktu yang terbatas.[2]
Lebih dari lima bulan kemudian, setelah 2.570 kali mengorbit, Sputnik II hancur bersama dengan Laika saat kembali pulang ke Bumi pada 14 April 1958.
Kontroversi
Description: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b2/Opportunity-Laikia-soil-target-sol-400.jpg/220px-Opportunity-Laikia-soil-target-sol-400.jpg
NASA menamai tanah sasaran di Mars ini dengan nama Laika dalam misi Mars Exploration Rover.
Karena isu perlombaan angkasa antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat, sebagian besar masalah etika penelitian ini belum terselesaikan dalam beberapa waktu. Seperti yang dinyatakan pada kliping koran dari tahun 1957,[20] bahwa pers lebih sibuk dengan laporan bersudut pandang politik, sedangkan masalah kesehatan dan keselamatan Laika hampir tidak disebutkan. Beberapa waktu kemudian ada sebuah diskusi mengenai nasib anjing tersebut—yang pada awalnya beberapa orang bersikeras bahwa lebih baik ia disebut Curly daripada Laika.
Sputnik II tidak dirancang untuk dapat diambil kembali, dan Laika selalu dianggap telah mati.[7] Misi ini memicu perdebatan di seluruh dunia tentang penganiayaan hewan serta pengujian pada hewan yang pada umumnya untuk memajukan ilmu pengetahuan.[14] Di Britania Raya, Liga Pertahanan Anjing Nasional menyerukan kepada semua pemilik anjing untuk mengheningkan cipta selama satu menit, sementara Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) menerima protes bahkan sebelum Uni Soviet selesai mengumumkan keberhasilan misinya. Kemudian sekelompok masyarakat memprotes kedutaan Soviet mengenai hak hewan.[21] Demonstrasi lainnya terjadi di luar gedung PBB di New York.[14] Namun, laboratorium peneliti di Amerika Serikat menunjukkan sebagian dukungan untuk Uni Soviet, setidaknya sebelum berita kematian Laika.[14][22]
Di Uni Soviet, kontroversi tidaklah terlalu menonjol, baik dalam media, buku-buku pada tahun-tahun berikutnya, dan publik tidak secara terbuka mempertanyakan keputusan untuk mengirim anjing ke ruang angkasa untuk dibunuh. Tidak sampai tahun 1998, setelah runtuhnya rezim Soviet, Oleg Gazenko, salah satu ilmuwan yang bertanggung jawab atas pengiriman Laika ke ruang angkasa, menyatakan penyesalannya karena membiarkan ia mati:
Bekerja dengan hewan adalah sumber penderitaan bagi kita semua. Kami memperlakukan mereka seperti bayi yang tidak bisa berbicara. Semakin banyak waktu berlalu, semakin aku menyesali hal itu. Kami tidak seharusnya melakukan itu ... Kami tidak cukup belajar dari misi ini untuk membenarkan kematian anjing.
Monumen untuk Laika dibuat dalam bentuk patung dan plakat di Kota Bintang, Rusia, sebuah tempat pelatihan Kosmonot Rusia.[23] Pada masa depan, misi membawa anjing akan dipulihkan untuk dirancang kembali. Satu-satunya anjing lain yang mati pada misi ruang angkasa Soviet adalah Pchyolka dan Mushka, yang meninggal ketika Korabl-Sputnik 3 sengaja dihancurkan ketika pulang kembali pada 1 Desember 1960.

Share:
Powered by Blogger.

Blogger templates