- Kehidupan Politik
Sistem Pemerintahan
Dengan disetujuinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 2
November 1949 maka terbentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS
ternyata tidak bertahan lama karena tidak mendapat dukungan dari rakyat dan
sebagian besar anggota Kabinet RIS adalah orang-orang Republik. Pada tanggal
17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan kembali ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dengan berdasarkan Undang-undang Dasar Sementara. (UUDS)
1950.
Pada waktu negara kita menganut sistem demokrasi parlementer dalam
pelaksanaan demokrasi liberal (1950 - 1959) terdapat tujuh buah kabinet yang
memegang pemerintahan, sehingga rata-rata setiap terjadi pergantian kabinet.
Oleh karena tiap-tiap kabinet tidak
berumur panjang, maka programnya tidak dapat dilaksanakan. Hal inilah yang
kemudian menimbulkan instabilitas baik di bidang politik, sosial, maupun
keamanan.
Kabinet-kabinet pada
masa demokrasi liberal :
a. Kabinet
Natsir (6 September 1950
- 21 Maret 1951)
1) Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketenteraman
2) Konsolidasi dan menyernpurnakain susunan pemerintahar
3) Menyempurnakan organisasi angkatan Perang
4) Mengembangkan dan memperkokoh ekonomi rakyat
5) Memperjuangkan penyelesaian Irian Barat
b. Kabinet
Sukiman (27 April 1951
- 3 April 1952)
1) Menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai recana untuk
menjamin keamanan dan ketertiban.
2) Mengusahakan kemakmuran rakyat
3) Mempersiapkan pemilihan umum
4) Mempersiapkan undang-undang perburuhan
5) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif
6) Memperjuangkan Irian Barat
c. Kabinet
Wilopo (3 April 1952
- 2 Juni 1953)
1) Melaksanakan pemilihan umum
2) Memajukan tingkat penghidupan rakyat
3) Mengatasi keamanan dengan kebijaksanaan sebagai negara
4) Melengkapi undang-undang perburuhan
5) Mempercepat usaha perbaikan dan pembaharuan pendidikan dan
pengajaran
6) Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif, menyelesaikan hubungan
Uni Indonesia
- Belanda atas dasar negara merdeka dan meneruskan perjuangan pengembalian
Irian Barat
d. Kabinet Ali
Sastroamijoyo, 1 adalah sebagai berikut:
1) Program dalam negeri, mencakup soal keamanan, pemilu, kemakmuran
dankeuangan, organisasi negara, dan perundang-undangan.
2) program luar negeri, meliputi pelaksanaan politik luar negeri
bebas aktif dan pengembalian Irian Barat
e. Kabinet
Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956)
Kabinet Ali I digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap dari
masyumi, dengan programnya sebagai berikut :
1) Mengembalikan kewibawaan pemerintah
2) Melaksanakan pemilihan umum
3) Menangani masalah desentralisasi, inflasi dan pemberantasan korupsi
4) Pengembalian Irian Barat
5) Melaksanakan kerja sama Asia -
Afrika berdasarkan politik bebas aktif
Prestasi yang
menonjol dari kebinet ini adalah:
1) Berhasil melaksanakan pemilu pertama bagi Indonesia
2) Pembubaran Uni Indonesia
– Belanda
f. Kabinet
Ali Sastroamijoyo 11 (20 Maret - 4 Maret 1957)
Program
kabinet Ali Sastroamijoyo 11 adalah sebagai berik_-.
1) Pembatalan KMB
2) Pengembalian Irian Barat
3) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
4) Meneruskan kerja sama negara-negara Asia Afrika dan melaksanakan
keputusan-keputusan KAA di Bandung tahun 1955.
g. Kabinet
Juanda (9 April 1957
- 5 Juli 1959)
Kabinet A II digantikan oleh Kabinet Juanda. Program Kabinet
Juanda dikenal dengan nama “Panca Karya” antara lain sebagai berikut :
1) Membentuk Dewan Nasional
2) Normalisasi keadaan politik
3) Melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB
4) Perjuangan mengembalian Irian Barat
5) Memperingati pembangunan
Kabinet ini berakhlr dengan dikeluarkan Dekrit Presiden 6 Juli
1959,
2. Pemilihan
Umum 1955
Pada tanggal 22 Agustus 1945 (Presiden mengumumkan bahwa sistem
kepartaian RI adalah partai tunggal dengan Partai Nasional Indonesia (PNI)
sebagai satu-satunya organisasi politik di Indonesia, akan tetapi sistem ini
tidak dapat dilaksanakan. Kemudian atas usul BP KNIP bahwa rakyat diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan partai politik, maka pada tanggal
3 November 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat tentang pembentukan
partai-partai Indonesia.
Berdasarkan maklumat yang ditandatangani oleh Wapres tersebut,
terbentuk partai-partai politik sebagai berikut:
a.
Masyumi berdiri 7 November
1945 dipimpin oleh Dr. Sukiman Wiryosanjoyo
b.
PKI, berdiri 7 November 1945
dipimpin oleh Mr. Moh. Yusuf
c.
Partai Buruh Indonesia (PBI),
berdoro 8 Nopember 1945 dipimpin oleh Nyono
d.
Partai Rakyat Jelata (PRJ),
berdiri 8 Nopember 1945 dipimpin oleh Sutan Dewanis
e.
Partai Kristen Indonesia
(Parkindo), berdiri 10 November 1945 dipimpin oleh D.S Probowinoto
f.
Partai Sosialis Indonesia
(PSI), berdiri 7 Desember1945 dipimpin oleh Mr. Amir Syarifudin
g.
Partai Rakyat Sosial (PRS),
berdiri 20 Nopember 9445 oleh Sutan Syahrir
h.
Partai Katolik Republik
Indosia (PKRI), berdiri 7 Desember 1945 oleh I.J. Kasimo
i.
Persatuan Rakyat Marhain Indonesia
(Permai), berdiri 7 Desember 1945 oleh J.B. Assa
j.
Partai Nasional Indonesia
(PNI), berdiri 29 Januari 1946 dipimpin oleh Sidik Joyosukarto
Pemilu I setelah Indonesia
merdeka baru dapat terlaksana pada tahun 1955, yaitu pada masa Kabinet Burhanuddin
Harahap. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara partai Partai Masyumi, PSII, NU, PSI, Partai Katolik,
dan Parkindo. Pemilu I bertujuan untuk memilih anggota DPR dan
anggota Dewan Konstituante. Pemilihan anggota DPR dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955..
Pelantikan anggota DPR dilaksanakan pada tanggal pada tanggal 15 Desember
1955 dan dilantik pada tanggal 10 Nopember 1956.
Dalam pemilu I akhirnya muncul empat partai besar, yaitu Masyumi
57 kursi, PNI 57 kursi, NU 45 kursi dan PKI 39 kursi. Pemilu 1955 ternyata
dapat berjalan dengan bersih dan tidak ada korban jiwa. Suasana demokratis
yang dapat tercipta pada waktu itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi
bangsa Indonesia
yang baru pertama kali menyelenggarakan pemilihan.
Akan tetapi pada kenyataannya pemilu yang sangat didambakan rakyat
dapat membawa ke arah kemajuan, ternyata tidak mampu membawa kestabilan
politik di Indonesia,
sebab perselisihan antar partai tetap berlangsung, sehingga masalah-masalah
parlementer sulit diselesaikan.
3. Nasionalisme
ekonomi
Masalah-masalah ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia
setelah proklamasi cukup besar. Indonesia mewarisi kondisi
ekonomi yang sangat rancu dari pemerintah pendudukan Jepang.
Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a.
Ketika menduduki Indonesia,
Jepang menguras kekayaan alam Indonesia
secara besar-besaran
b.
Perang Kemerdekaan memakan
biaya yang cukup besar
c.
Perkebunan-perkebunan dan
industri rusak berat
d.
Laju inflasi yang sangat
tinggi, sebagai akibat beredarnya tiga mata uang sekaligus, yaitu uang uang
de Javasche Bank, uang pemerintah Hindia Belanda, dan uang pemerintahan
pendudukan Jepang.
e.
Adanya blokade ekonomi yang
dilakukan oleh pihak Belanda
Akibat blokade pihak Belanda, pemerintah Indonesia
akan kehilangan kepercayaan dari rakyatnya, sehingga memudahkan Belanda untuk
kembali menguasai Indonesia.
Menghadapi kondisi ekonomi yang mengalami krisis
tersebut, pemerintah Indonesia
tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Pada bulan Juli 1946, Menkeu
Ir. Surachman dengan persetujuan BP KNIP mengadakan pinjamanan terkumpul
sebesar Rp. 500.000,00
b.
Pada tanggal 1 Oktober 1945,
dikeluarkan UU No. 17 tahun 1946 tentang "Pengeluaran Oeang kertas
Republik Indonesia (ORI) untuk menggantikan uang Jepang. Pada tanggal 25 Oktober
1946 dikeluarkan UU No. 19 Tahun 1946 tentang Penukaran Uang Jepang dengan
ORI, dengan ketentuan sebagai berikut :
1)
Di Pulau Jawa Rp 50,00 uang
Jepang disamakan dengan Rp 1.00 ORI
2)
Di luar Pulau Jawa dan Pulau
Madura Rp 100,00 uang Jepang disamakan Rp 1,00 ORI
c.
Pada bulan Februari 1946
pemerintah melaksanakan konferensi ekonomi yang menghasilkan konsea sebagai
berikut :
1)
Bahan makanan akan ditangani
oleh Badan Pengawasan Makanan Rakyat, yang kemudian diubah menjadi Badan
Persediaan dan Pembagian Makanan (BPPM)
2)
Untuk meningkatkan produksi,
maka perkebunan akan diawasi langsung oleh pemerintah.
3)
Dibentuk Badan Perencanaan
Ekonomi
4)
Menteri persediaan makanan
rakyat I.J. Kasimo membuat Kasimo Plan yang berisi hal berikut :
-
Merrperbanyak kebun bibit dan
padi unggul
-
Pencegahan pengambilan hewan
pertanian
-
Tanah-tanah terlantar haus
ditanami kembali, terutama di Sumatera
-
Pemindahan penduduk
(transmigrasi) 20 Juta penduduk Jawa ke Sumatera dalam jangka waktu 10 - 15
tahun.
d.
Pelaksanaan program
rekonstruksi dan Rasionalisasi (RERA), yaitu mengurangi beban negara dalam
bidang ekonomi dan meningkatkan efisiensi angkatan perang.
e.
Mendorong para pengusaha
swasta untuk ikut serta dalam perkembangan ekonomi nasional dan mengaktifkan
kembali Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE), PTE merupakan wadah pengusaha swasta, yang dibentuk sejak
zaman Jepang.
f.
Gabungan perusahaan
perindustrian dan perusahaan penting, pusat perusahaan tembakau Indonesia,
Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA) diaktifkan Kembali dalam
rangka menegakkan ekonomi Indonesia.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
tersebut ternyata berhasil mengatasi krisis ekonomi Indonesia.
Apalagi secara ekonomi Konferensi Meja Bundar yang selenggarakan di Den Haag
sangat merugikan pihak Indonesia
sebab utang-utang Hindia Belanda dibebankan kepada Pernerint RIS. Dalam
kondisi ekonomi yang semakin parah ini masyarakat mendambakan pembangunan
ekonat nasional yang bebas dari gejolak ekonomi dunia. Kemudian pemerintah
mengambil aingkah-langq perbaikan ekonomi dengan be,rbagai kebijakan sebagai
berikut.
1) Gunting Syafrudin
Untuk mengatasi defisit anggaran dalam
upaya mengurangi peredaran uang, Menkeu Syafrudin mengambil tindakan memotong
uang dengan memberlakukan setengahnya untuk mata uang bernilai Rp 2,50 ke
atas yang kemudian dikenal dengan istilah Gunting Syafrudin. Di bidang perdagangan luar negeri,
Pemerintah mengambil langkah mengeluarkan peraturan ekspor yang dilakukan dengan sertifikat
devisa. Guna meningkatkan ekspor nilai tukar rupiah diubah menjadi Rp 7,60
setiap satu dolar untuk ekspor, dan Rp 11,80 setiap satu dolar untuk impor.
Pecahnya perang Korea
pada bulan Mei 1950, mengakibatkan ekspor Indonesia meningkat menjadi 243 %
atau bernilai 115 juta dolar. Peristiwa
ini dikenal sebagai Korea Boom.
2) Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Memasuki tahun 1951 keadaan ekonomi Indonesia tidak berambah baik
melainkan bertambah merosot, faktor-faktor yang menyebabkan kemerosotan antara
lain sebagai berikut :
a)
Pendapatan pemerintah
berkurang akibat menurunnya perdagangan internasional
b)
Ekonomi nasional terlalu
tergantung pada ekspor hasil perkebunan
c)
Belum berkembangnya sektor
produksi lain, seperti industri dan perdagargan
d)
Keamanan dalam negeri belum
mantap
e)
Instabilitas politik
f)
Politik keuangan RI dibuat di
negeri Belanda
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang terns merosot, Soemitro
Djoyohadikusumo, Menteri perdagangan pada masa Kabinet Natsir berpendapat
bahwa di Indonesia
harus segera ditumbuhkan kelas pengusaha. Sumitro kemudian dikenal dengan Gerakan
Benteng (Benteng Group). Langkah yang diambil Sumitro dalam membangun
ekonomi nasional yaitu dengan memberi bantuan kredit kepada pengusaha Indonesia
yang pada umumnya bermodal lemah. Diharapkan secara bertahap pengusaha yang
lemah akan berkembang maju, sehingga upaya mengubah struktur ekonomi kolonial
menuju struktur ekonomi nasional akan terwujud. Mulai bulan April 1950 hingga
tahun 1953 sekitar 700 pengusaha pribumi (Indonesia) mendapat kredit dari
program Gerakan Benteng tersebut. Dengan berpedoman bahwa para pengusaha
pribumilah yang dapat membangun perekonomian nasional, maka Gerakan Benteng
ini adalah kebjiakan untuk melindungi pengusaha pribumi agar dapat berpacu
dalam mengembangkan ekonomi nasional.
Tujuan dari program Gerakan Benteng antara lain sebagai berikut :
a)
Menumbuhkan dan membina
wiraswasta Indonesia
sambil menumbuhkan ekonomi nasional.
b)
Mendorong importir-importir
nasiora hingga mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan impor
asing
c)
Membatasi impor barang-barang
agar memberikan lisensi impor hanya kepada importir Indonesia
d)
Memberikan bantuan dalam bentuk kredit kepada importir Indonesia.
Pada kenyataannya program ini gagal mencapai tujuannya,
sebab pengusaha pribumi terlalu tergantung kepada pemerirtar dalam mengembangkan
usahanya. Bahkan banyak diantara mereka yang menyalahgunakan kebijakan
pemerintah tersebut dengan mencari keuntungan secara cepat dan kredit yang
mereka peroleh. Walaupun demikian pemerintah tetap berupaya untuk mengembangkan
pengusaha pribumi.
3) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
Pada masa kaniet Ali Sastroamijoyo (31
Juli 1953 s/d 12 Agustus 1955). Kabinet ini berusaha untuk mengatasi krisis moneter
dengan cara mealkukan nasionalisasi yang terjadi adalah sebagai berikut :
a)
Dibentuk Panitia
Nasionalisasi De Javasche Bank pada tanggal 19 Juni 1951 berdasarkan Keputusan
Pemerintah No. 118 Tahun 1951 tanggal 2 Juni 1951.
b)
Panitia Nasionalisasi
bertugas mengajukan usul rencana nasionalisasi kemudian pemerintah
trengangkat Mr. Syafrudin Prawiranegara sebagai Presiden De Javasche Bank
berdasarkan Kepres RI No. 123 Tahun 1951 tanggal 12 Juni 1951.
c)
Tanggal 15 Desember 1951
diumumkan UU No. 14 Tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi
Bank Indonesia, yang pada akhirnya berfungsi sebagai Bank Sentral dan Bank
Sirkulasi.
Dalam rangka menaikkan
pendapatan, pemerintah Indonesia
berupaya menurunkan biaya ekspor dan melakukan penghematan secara drastis
4) Sistem Ekonomi Ali-Baba
Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo (31 Juli 1953 s/d 12 Agustus
1955). Menteri Perekonomian Mr. Ishaq Cokrohadisuryo memprakarsai sistem
perekonomian yang dikenal dengan sistem Ekonomi Ali Baba. Ali
digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba adalah pengusaha nonpribumi
(China).
Untuk memajukan ekonomi pengusaha, para pengusaha nonpribumi harus bekerja
sama dengan pengusaha pribumi dan selanjutnya pemerintah memberikan bantuan
kredit kepada pengusaha pribumi. Pada kenyataannya sistem berpengalaman dan
hanya dijadikan alat oleh pengusaha nonpribumi untuk mendapatkan kredit dari
pemerintah.
5) Persetujuan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955
s/d 3 Maret 1956) Indonesia
mengirimkan delegasi ke negeri Belanda guna merundingkan masalah finansial
ekonomi dengan pemerintah Belanda. Hasilnya pada tanggal 17 Januari 1956
tercapai rencana persetujuan Finek, yang antara lain berisi hat berikut:
a)
Persetujuan Finek dan hasil
KMB dibubarkan
b)
Hubungan Finek Indonesia -
Belanda didasarkan atas hubungan bilataral
c)
Hubungan Finek didasarkan
atas UU Nasional tidak boleh diikat oleh perjanjian lain
Persetujuan ini tidak diterima oleh
pemerintah Belanda, sehingga pemerintah Indoneia mengambil langkah sepihak
dengan membubarkan Uni Indonesia - Belanda pada tanggal 13 Februari 1955 untuk melepaskan diri dari ikatan ekonomi
dengan Belanda
6) RPLT
Munap
Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956
- 4 Maret 1957) pemerintah membentuk suatu badan perencanaan pembangunan
nasional yaitu Biro Perancang Negara, Ir. H. Juanda sbagai Menteri Perancang
Nasional berhasil membuat Rencana Pembangunan Lima tahun yang berjalan tahun
1956 - 1961. Pada saat kabinet Juanda terbentuk (9 April 957- 5 Juli 1959) keadaan ekonomi Indonesia
sangat buruk, sehingga pemerintah mencari jalan keluar dengan menyelenggarakan
Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Akan tetapi pada kenyataannya langkah
ini ternyata tidak mengubah keadaan. Selain itu RPLT juga tidak dapat
dilaksanakan. Penyebabnya antara lain sebagai berikut :
a)
Daerah-daerah menempuh
kebijakan sendiri-sendiri
b)
Daerah di luar Jawa banyak
yang melakukan barter langsung ke luar negeri
c)
Harga barang ekspor menurun
d)
Timbulnya ketergantungan
antara pusat dan daerah
4. Gangguan
Keamanan dalam Negeri 3
Dalam upaya menegakkan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak
hanya mengharapkan dari kekuatan asing yang meliputi Sekutu dan NICA, tetapi
juga menghadapi berbagai ancaman dalam negeri tersebut. Beberapa gangguan
keamanan dalam negeri antara lain sebagai berikut :
a. Pemberontakan DI/TII
Pemberontakan DI/TII pada mulanya
terjadi di daerah Jawa Barat di bawah pimpinan Kartosuwiryo ia
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus
1949. Gagasan Kartosuwiryo mendirikan Negara Islam muncul sejak tahun 1942,
ketika mendirikan pesantren Sufah di
Malangbong, Garut, Jawa Barat. Setelah terjadi agresi Militer Belanda I tahun
1947, Kartosuwiryo menyatakan perang fisabililah melawan Belanda. Pasukan
Hisbullah dan Sabilillah dijadikan Tentara Islam Indonesia (TII). Dalam konferensi di Cisayong bulan
Februari 1948 diputuskan untuk mengubah gerakan yang dipimpin Kartosuwiryo
diangkat sebagai imam dari Negara Islam Indonesia. Dengan ditandatanganinya
persetujuan Renville, pasukan TNI harus hijrah dari Jawa tengah ke Jogjakarta, akan tetapi
Kartosuwiryo beserta pasukannya tetap tinggal di Jawa Barat. Setelah Pasukan
Divisi Siliwangi hijrah, Kartosuwiryo lebih leluasa melaksanakan gerakannya. Pda saat pasukan Devisi Siliwangi kembali
dari Jawa Tengah dalam usaha melakukan perang gerilya terhadap agresi Militer
II yang dilancarkan oleh Belanda, mereka menjumpai kesatuan-kesatuan
bersenjata yang menamakan dirinya Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
(DI/TII). Kesatuan bersenjata tersebut berusaha menarik TNI agar ikut bergabung
dan menghalang-halangi Pasukan Divisi Siliwangi kembali ke Jawa Barat, akibatnya
pertempuran tidak dapat dielakkan.
Dalam usaha menyelesaikan perlawanan
DI/TII, pemerintah melakukan pendekatan melalui pemimpin Masyumi Muh. Natsir
untuk mengajak dan membujur agar kembali ke NKRI, tetapi tidak berhasil.
Akhirnya pemerintah terpaksa melakukan perang Bharatayuda di bawah pimpinan
Jenderal Nasution.
Dengan taktik pagar betis akhirnya pada tanggal 4 Juni 1962 DI/TII Kartosuwiryo dapat ditangkap di
daerah Gunung Geber , Majalaya, Jawa Barat
oleh pasukan Siliwangi dan dihukum mati oleh pengadilan militer pada
tanggal 16 Agustus 1962. Pemberontakan DI/TII juga terjadi di beberapa daerah
di Indonesia,
di antaranya sebagai berikut:
1)
Gerakan DI/TII Jawa Tengah
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah mula-mula meletus di daerah
Brebes, Tegal dan Pekalongan di bawah pimpinan Amir Fatah yang kemudian
bergabung dengan gerakan Kartosuwiryo. Pemerintah segera bertindak cepat
untuk menumpas pemberontakan ini dengan membentuk suatu komando operasi ini,
semula dipimpin oleh Letkol Sarbini, selanjutnya diganti oleh Letkol M.
Bachrum dan akhirnya digantikan oleh Letkol Ahmad Yani.
Di daerah Kebumen juga terjadi pemberontakan yang dilancarkan oleh
angkatan Umat Islam (AUI) di bawah pimpinan Kyai M. Malifudz Abdurrahman
(Kyai Sumolangu). Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah semula tidak terlalu
berarti, tetapi akhirnya menjadi besar dan meluas setelah Batalyon 426 Kudus
dan Magelang bergabung dengan DI/TII. Akhirnya pemberontakan ini dapat dihancurkan
dalam suatu operasi penumpasan (Operasi Merdeka) di bawah pimpinan Letkol
Soeharto.
2)
Gerakan DI/TII Sulawesi Selatan
Kahar Muzakar mempunyai keinginan untuk mendapatkan
kedudukan dalam APRIS namun tidak dapat terpenuhi. Dengan alasan mememperjuangkan
seluruh anggota Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSI) pada tahun 1952, maka
Kahar Muzakar menyatakan diri sebagai bagian NII Kartosuwiryo. Operasi
penumpasan pemberontakan, dilaksanakan oleh TNI dan barn pada tanggal 3
Februari 1965 tokoh DI/TII Sulawesi Selatan Kahar Muzakar berhasil ditembak mati
oleh TNI Divisi Siliwangi.
3)
Gerakan DI/TII di Kalimantan
Selatan
Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar
alias Hedar bin Umarsalah seorang bekas Letda TNI. Dengan pasukannya yang
berna-a Kesatuan Rakyat yang tertindas, lbu Hajar menyatakan gerakannya
sebagai bagian dari DI / Tll Kartosuwiryo, pada akhirnya TNI berhasil
menangkap Ibu Hajar dan menghancurkan gerakannya pada tahun 1959.
4)
Gerakan DI/TII Aceh
Pada awalnya Daud Beureueh menjabat Gubernur Militer di daerah
Aceh Setelah terbentuk NKRI, Aceh hanya menjadi Karesidenan bagian dari
propinsi Sumatera Utara. Daud Beureueh menentang kebijakan ini, oleh karena
itu pada tanggal 21
September 1953, ia menyatakan Aceh mengabung dengan NII
Kartosuwiryo.
b.
Gerakan Angkatan Penang Ratu Adil (APRA)
Pemberontakan ini berlangsung di kota Bandung,
yang bertujuan untuk mempertahankan bentuk negara Federasi dan memiliki
tentara sendiri dalam RIS. Pada tanggal 23 Januari 1950 di bawah pimpinan
Kapten Westerling dan dengan pasukan 800 orang, mereka mengadakan gerak cepat
menyerang kota Bandung, dengan membantai semua anggota TNI yang mereka jumpai
dan menduduki Markas Divisi Siliwangi, serta membunuh Letkol Lembong dan 79
anggota APRIS serta penduduk sipil.
Pemerintah berhasil menumpas APRA, tetapi pada tanggal
22 Februari 1950 Westerling berhasil meloloskan diri melalui Malaya menuju negara Belanda. Setelah dilakukan
penyelidikan, akhirnya diketahui bahwa ternyata Sultan Hamid II (tokoh BFO)
diduga terlibat bahkan yang mendalangi gerakan tersebut, APRA ternyata juga
berusaha membuat kekacauan di Jakarta dengan merencanakan pembunuhan terhadap
Mention RIS Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sekjen Menhankam Mr. Ali Budiarjo dan
Kepala Staf APRIS TB. Simatupang, namun gerakan itu dapat digagalkan.
c.
Gerakan Republik
Maluku Selatan (RMS)
Pemberontakan RMS dipimpin oleh Dr. Soumokil, ia adalah mantan
Jaksa Agung NIT yang memproklamasikan lahirnya Republik Maluku Selatan pada
25 April 1950 dan memisahkan diri dari NKRI. Untuk menumpas RMS ditempuh
melalui cara damai yaitu dengan mengirim Dr. J. Leimena. Misi ini ditolak pengikut-pengikutnya,
sehingga pemerintah mengirimkan ekspedisi militer di bawah pimpinan Kolonel
Kawilarang (Panglima Teritorium Indonesia Timur) yang berhasil mendarat di
pulau Buru pada 14 Juli 1950. Kemudian dalam
usaha penumpasannya kekuatan APRIS dibagi dalam tiga grup yaitu sebagai
berikut :
1)
Grup I dipimpin oleh Mayor
Achmad Wiranata Kusumah
2)
Grup II dipimpin oleh letkol
Slamet Riyadi yang berhasil menguasai Benteng Nieuw Victoria 3 Nopember 1950,
tetapi pada penyerangan KNIL yang menyamar sebagai APRIS, sehingga is gugur
dalam benteng tersebut.
3)
Grup III dipimpin oleh Mayor
Suryo Subandrio
Operasi militer ini akhirnya berhasil melumpuhkan
gerakan RMS. Pada tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumokil, pemimpin
pemberontakan RMS berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
d. Pemberontakan
Andi Azis di Makassar
Andi Azis adalah anggota APRIS yang tidak setuju jika TNI ikut
mempertahankan daerah bekas wilayah NIT di bawah Mayor Worang. Pada tanggal 5
April 1950 Andi Azis beserta pasukannya menyerang APRIS di Makassar dan
menawan Panglima tentara Teritorium Letkol A.J. Mokoginta, Akibatnya Menteri
negara NIT Ir. R D. Diapari mengundurkan diri, karena tidak menyetujui
IL:ndakan Andi Azis. Pada tanggal 21 April 1950 Sukowati, wakil negara NIT mengumumkan
bahwa NIT akan bergabung dengan RI.
Pada tanggal 8 April 1950 pemerintah menginstruksikan agar Andi
Azis menyerah dan bersamaan dengan itu dikirim ekspedisi pasukan yang
didatangkan dari Jawa Barat, yaitu Batalyon Brigade 14 (Siliwangi) di bawah
Kapten Bakar Ardi Kusumah, dari Jawa Timur Brigade 6 di bawah pimpinan Letkol
Suprapto Sukowati. Pada tanggal 5 Agustus 1950 secara tiba-tiba Pasukan KNIL
/ KL menyerang Markas staf Brigade 10 Garuda Mataram, setelah terjadi
perlempurap selama 2 hari, pihak KNIL meminta perundingan tetapi ditolak oleh
Letkol Soeharto. Selanjutnya Letkol Soeharto mengajukan dua alternatif kepada
KNIL/KL yaitu meninggalkan kota
Makassar dan menyerahkan semua senjata atau
kalau tidak seluruh anggota KNIL akan di hancurkan. Pada tanggal 8 Agustus
1950 anggota KNIL menerima syarat-syarat yang diajukan oleh Letkol Soeharto.
Dengan demikian pemberontakan Andi Azis dan bekas anggota KNIL dapat
diselesaikan secara tuntas.
e. Pemberontakan
PRRI dan Permesta
Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
dipimpin oleh Letkol Achmad Husein yang telah Memproklamasikan berdirinya
negara PRRI pada tanggal 15 Februari 1958 di Padang SumateraBarat, dan Mr.
Syafruddin Prawiranegara ditunjuk sebagai Perdana Menterinya. Pemberontakan
PRRI ini diawali dengan adanya hubungan yang tidak harmonic antara pemerintah
pusat dengan daerah, terutama Sumatera dan Sulawesi.
Mereka menganggap bahwa alokasi biaya pembangunan dari pusat dirasa kurang
memadai. Tokoh-tokoh gerakan PRRI kemudian membentuk dewan daerah militer,
antara lain sebagai berikut :
1) Dewan Banteng di Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1956 di
bawah pimpinan Letkol Achmad Husein.
2) Dewan Gajah di Medan pada tanggal 22 Desember 1956 oleh Kolonel
Simbolon
3) Dewan Garuda di Sumatera Selatan dan Dewan Mangum di Manado.
Sulawesi Utara yang dibentuk oleh Vince Samuel pada tanggal 18 Februari 1957.
Pembentukan dewan-dewan tersebut dalam rangka melakukan gerakan di
bawah tanah yang akhirnya meningkat menjadi gerakan terbuka yaitu PRRI di
Sumatra dan Permesta di Sulawesi Utara. Pada tanggal 10 Februari 1958 Letkol.
Achmad Huesin mengultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri, akibatnya
pemerintah pusat dengan tegas menumpas gerakan mereka. Operasi penumpasan
dilakukan pemerintah dengan membentuk operasi gabungan angkata, . darat,
laut, dan udara yang diberi nama Operasi 17 Agustus beserta beberapa operasi lainnya,
seperti berikut:
1)
Operasi Tegas di Riau untuk
mengamankan perusahaan minyak dan warga asing agar tidak ada kapal asing yang
campur tangan seperti USA.
2)
Operasi Sapta Marga di
Sumatra Utara
3)
Operasi Sadar di Sumatra
Selatan
4)
Operasi Merdeka di Sulawesi
sebagai ga.bungan Angkatan Darat. Angkatan laut, dan Angkatan Udara, berhasil
menembak jatuh pesawat pembom USA B-26 dengan pilot Allan Lawrence. Karena
sudah lemah akhirnya Achmad Husein menyerah pada tanggal 29 Mei 1961 bersama
Zulkifli Lubis dan Syafruddin Prawiranegara, kepada Pemerintah, sedangkan
Sumitro yang berada di Singapura kembali ke RI tahun 1967.
f) Pemberontakan Permesta di Sulawesi
Gerakan separatisme juga terjadi di Makassar di bawah pimpinan Letkol Vince Samuel sebagai
Panglima Teritorium VII di Makassar yang secara resmi menyatakan mendirikan
gerakan Permesta 2 Maret 1957. Di Sulawesi Tengah dan Utara, Komando Daerah
Militer Sulawesi Utara dan Tengah, Kolonel D.J. Somba pada tanggal 17
Februari 1958 menyatakan bahwa daerah Sulawesi Utara dan Selatan memutuskan
hubungan dengan pemerintah pusat serta mendukung PRRI. Pernyataan Somba
adalah pernyataan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Untuk
menghadapi Permesta, pemerintah mengadakan operasi. Sapta Marga dan operasi
Merdeka yang dilancarkan pada bulan April 1958. Ternyata Permesta mendapat
bantuan dari pihak asing, terbukti dengan tertembak jatuhnya pesawat asing
yang di kemudikan oleh A.L. Pope warga negara AS pada tanggal 18 Mei 1958 di
atas kota Ambon. Gerakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus
1958, dan sisa-sisanya dapat ditumpas pada tahun 1961.
MATERI POKOK II
Pasca Perang Dunia II konfigurasi politik dunia ditandai dengan
munculnya bipolarisasi kekuatan antara blok barat (AS) dan blok timur (Uni
soviet) kedua kekuatan tersebut saling berlomba membuat persenjataan modern sehingga
menimbulkan ketegangan dan kecemasan dunia. Negara-negara berkembang
terdorong untuk mercar jalan keluar membantu meredakan ketegangan dan
menciptakan perdamaian dunia,. sebagai salah satu negara berkembang Indonesia
berinisiatif mengadakan konferensi perdamaian yang dikenal dengan konferensi
Asia Afrika.
A. Penggalangan Kerja Sama Internasional dan
Solidaritas antarbangsa
Konferensi Asia Afrika dilatarbelakangi oleh adanya perebutan
pengaruh antara dua blok raksasa yaitu blok barat (Amerika) dan blok timur
(Uni Soviet). Dengan berakhirnya perang dunia II dan semakin meningkatnya
perjuangan bangsa-bangsa Asia Afrika untuk mencapai kemerdekaan. Gagasan
untuk menyelenggarakan konferensi Asia Afrika muncul dari beberapa tokoh
negarawan Asia yang mengadakan konferensi
Pancanegara dikota Kolombo, Srilangka pada tanggal 24 - 25 April 1954,
Tokoh-tokoh dalam konferensi Asia Afrika antara lain sebagai berikut :
1.
Perdana Menteri Srilanka, Sir John Kotelawala
2.
Perdana Menteri Indonesia,
Mr. Ali Sastroamijoyo
3.
Perdana Menteri India, Pandit
Jawaharal Nehru
4.
Perdana Menteri Pakistan,
Mohammad Ali Jinnah
5.
Perdana Menteri Birma (Myanmar), Unu
Dalam konferensi Kolombo Perdana
Menteri Indonesia
Mr. Ali-Sastroamijoyo mengusulkan agar diadakan konferensi yang lebih leluasa
jangkauannya, yaitu tidak hanya mencakup negara-negara Asia
saja, tetapi juga negara-negara Afrika. Usul tersebut diselenggarakan
Konferensi Pancanegara II pada tanggal 28 - 29 Desember 1954 di kota Bogor,
yang dikenal dengan Konferensi Bogor.
Dalam konferensi Bogor dirumuskan tentang hal berikut:
1.
Tujuan Konferensi Asia Afrika
2.
Negara-negara peserta KAA (30
negara)
3.
Waktu dan acara KAA
4.
Negara-negara sponsor
5.
Mendukung Indonesia
menuntut kembali Irian Barat
Setelah melalui berbagai persiapan, maka KAA akhirnya dapat
dilaksanakan di kota
Bandung pada tanggal 24 April 1955, Panitia pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika (KAA) adalah perdana Menteri Ali Sastroamijoy sebagai
ketua dan Ruslan Abdulgani sebagai Sekjennya. Konferensi Asia Afrika yang dibuka oleh Presiden Soekarno,
seharusnya dihadiri oleh 30 negara di kawasan Asia dan Afrika, yang terdiri
dari 5 negara sponor (Rhodesa), karena situasi dan kondisi politik dalam
negerinya belum stabil. Walaupun demikian KAA fete berlangsung dengan
dihadiri 29 negara. Konferensi Asia Afrika merupakan konferensi kulit
berwarna yang terbesar, maka disebut The Afro Asian Conference. Hasil
keputusan yang diambil dalam KAA, terdiri dari sepuluh (10) keputusan yang
lebih dikenal dengan Dasa Sila Bandung, antara lain sebagai berikut :
1.
Menghormati hak dasar manusia
sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB
2.
Menghormati kedaulatan dan
integritas nasional semua warga
3.
Mengakui persamaan semua
bangsa, baik besar maupun kecil
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan persoalan dalam
negeri negara lain
5.
Menghormati hak setiap bangsa
untuk mempertahankan diri, baik secara sendirian maupun kolektif sesuai
dengan piagam PBB
6.
Tidak melakukan
tekanan-tekanan terhadap negara lain
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan ancaman-ancaman agresi terhadap
keutuhan wilayah dan kemerdekaan negara lain
8.
Menyelesaikan perselisihan
internasional jalan damai sesuai dengan piagam PBB
9.
Memajukan kerja sama untuk
kepentingan bersama
10.
Menghormati hukum dan
kewajiban-kewajiban internasional
Setelah berakhirnya Konferensi Asia Afrika, banyak negara yang
belum merdeka, mulai memperjuangkan nasibnya untuk mencapai kemerdekaan dan
kedudukan sebagai negara yang berdais penuh. Selain itu konferensi Asia
Afrika juga memiliki pengarun internasional antara lain sebagai berikut :
1.
Berkurangnya ketegangan
dunia, misainya Cina (RRC) bersedia berunding dengan USA mengenai Taiwan
2.
KAA menentang ras
diskriminasi, sehingga Australia
menghapus politik White Australian Policydan Amei mengadakan kelas
campuran
3.
Medorong lahirnya organisasi
Gerakan Nonblok.
Dengan
demikian, Konferensi Asia Afrika sangat besar pengaruhnya dalam usaha untuk
menciptao perdamaian dunia.
0 comments:
Post a Comment