1. Dekrit
Presiden 5
Juli 1959
Badan Konstituante yang dibentuk melalui pemilihan
urnurn 1955, dipersiapkan untuk merumuskan UUD (konstitusi) baru sebagai
pengganti UUDS 1950.
Sejak tahun 1956 konstituante merumuskan UUD yang
baru. Akan tetapi hingga tahun 1959 Badan Konstituante tidak pernah dapat
merumuskan UUD yang baru. Dalam sidang-sidangnya, selalu diwarnai adanya benturan-benturan
antara partai politik dan golongan, mereka lebih mementingkan kelompoknya
sendiri sehingga mengabaikan kepentingan nasional. Kegagalan Konstituante
merumuskan UUD sebagai pengganti UUDS 1950 menyebabkan negara dilanda kekalutan
konstitusional, sehingga mengganggu dan membahayakan stabilitas Nasional dengan
persatuan bangsa Indonesia.
Pada tanggal 21 Februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan gagasan yang dikenal
dengan Konsepsi Soekarno, dengan isi pokoknya adalah sebagai berikut :
a. Sistem Demokrasi Parlementer secara berat tidak cocok dengan
kepribadian bangsa Indonesia,
sehingga harus diganti dengan demokrasi terpimpin.
b. Dibentuk Kabinet Gotong Royong yang terdiri dari semua partai dan
organisasi masyarakat lainnya.
c. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan fungsional
dalam masyarakat.
Dalam konsepsi ini presiden juga
mengusulkan perlunya dibentuk kabinet ke empat yaitu PNI, Masyumi NU dan PKI.
Beberapa partai seperti Masyumi, NU, PSII, Partai Katolik dan PIR tidak
menyetujuinya karena perubahan sistem pemerintahan menjadi wewenang Badan
Konstituante. Pada tanggal 25 April 1959 dihadapan sidang konstituante,
Presiden Soekarno menganjurkan agar kembali kepada UUD 1945 Anjuran ini
diperdebatkan dalam sidang konstituante, kemudian diputuskan untuk mengadakan
pemungutar suara (voting). Sebagai gambaran hasil-hasil pemungutar suara
waktu itu adalah sebagai berikut:
a.
Pada tanggal 30 Mei 1959, 269
suara setuju dan 199 suara menolak
b.
Pada tanggal 1 Juni 1959, 263
suara setuju dan 203 suara menolak
c.
Pada tanggal 2 Juli 1959, 264
suara setuju dan 204 suara meniolak
Meskipun mayoritas suara setuju kembali pada UUD 1945, namun
karena jumlahnya tidak mencukup dua pertiga anggota konstituante seperti yang
diisyaratkan dalam pasal 137 UUDS 1950, maka tidak dapat diambil keputusan
atas anjuran Bung Karno tersebut.
Pada tanggal 3 Juni 1959 Badan Konstituante memasuki masa reses
(Istirahat tidak mengadakan sidang) dengan batas waktu yang tidak ditentukan
dan berbagai fraksi dalam konstituante menyatakar tidak akan menghadiri
sidang. Sementara pada tanggal yang sama pemerintah mengeluarkan larangan
kegiatan politik dengan peraturan nomor Prt/PEPERPU/040/1959. Kegagalan Badan
Konstituante mencapai kesepakatan untuk kembali ke UUD 1945, masa reses yang
tidak menentu dan pernyataan berbagai fraksi yang memboikot untuk menghadiri
sidang, menyebabkan Presiden Soekarno mengambil langkah melalui Dekret Presiden
5 Juli 1959 isinya sebagai berikut :
a.
Pembubaran Badan Konstituante
b.
Berlakunya UUD 1945 dan tidak
berlakunya UUDS 1950
c.
Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Pelaksanaan
Demokrasi Terpimpin
Dengan dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, maka kehidupan
berbangsa dan bernegara diatur berdasarkan UUD 1945. UUD 1945 kembali
dilaksanakan dengan langkah menuju suatu bentuk pemerintahan yang diamankan
Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi terpimpin dalam UUD 1945 merupdkan pemerintahan rakyat
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya pengertian terpimpin dalam demokrasi
ditafsirkan sebagai terpimpin oleh presiden.
a. Sistem Politik Demokrasi Terpimpin
Dengan berlakunya UUD 1945 dan Demokrasi Terpimpin, Presiden
Soekarno langsung memimpir pemerintahan dan segera mengambil
kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
1)
Menyusun Kabinet Kerja
Kabinet Kerja
I dipimpin oleh Presiden Soekarno dengan mengangkat Ir. Djuanda sebagai
menter pertama. Anggota Kabinet Kerja I dilantik pada tanggal 19 Juli 1959
dengan program kerjanya yang dikenal dengan Tri Program Kabinet Kerja, yang
meliputi masalah sandang dan pangan. serta keamanan dan pengambilan Irian
Barat. program ini dijalankan bersama dengan program yang diuraikan Presiden
pada tanggal 17Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang
selanjutnya dikenal sebagai Manifesto Politik Republik Indonesia
(Manipol).
Pidato ini
oleh DPAS diusulkan menjadi Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) dan pada akhimya ditetapkan dalam Tap MPRS No.
I/MPRS/1960 yang berintikan USDEK yaitu UUD 1945, sosialis Indonesia,
demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan Kepribadian Indonesia.
2)
Menyusun Lembaga-lembaga
Negara
Pada tanggal
22 Juli 1959 keluar penetapan Presiden No. 1 tahun 1959 yang menetapkan bahwa
sebelum terbentuk DPR berdasarkan UUD 1945, maka DPR yang telah C bentuk
berdasarkan Ulu no. 37 tahun 1953 menjalankan tugasnya sebagai DPR. Tetapi
penolakan DPR terhadap RAPBN tahun 1960 mengakibatkan Presiden membubarkan lembaga
tersebut berdasarkan penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960, tanggal 5 Maret
1960.
Pada tanggal
24 Juni 1960 DPR diganti dengan DPR GR yang anggotanya berasal dari tiga
partai besar (PNI, NU, PKI). Ketiga partai ini dianggap telah mewakili semua
golongan seperti nasional, agama dan Komunis yang sesuai dengan konsep
Nasakom. DPAS dipimpin oleh Presiden dan Roeslan Abdul Gani sebagai wakil
ketuanya. Pelantikan wakil ketua DPAS dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus
1959 di istana negara bersama dengan Hamengkubuwono pelantikan Mr.
Moh. Yamin sebagai ketua Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Sri Sultan Hamengkubuwono
IX sebagai Ketua Badan Pengawas Kegiatan aparatur Negara. MPRS dibentuk
berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959 yang diketahui oleh Chaerul
Shaleh, dan pada tanggal 10 November - 7 Desember 1960 mengadakan Sidang Umum
pertama di Bandung, menghasilkan dua ketetapan, yaitu sebagai berikut :
1)
Tap MPRS No. 1/MPRS/1960
tentang menifesto politik sebagai garis besar haluan negara.
2)
Tap MPRS No. 11/MPRS/1960
tentang pembangunan nasional semesta berencana 1961 -1969.
Disamping
dua ketetapan di atas MPRS juga mengangkat Presiden Soekarno sebagai Pemimpin
Besar Revolusi.
b. Sistem
Ekonomi Terpimpin
Dalam bidang ekonomi dipraktekkan sistem ekonomi Terpimpin, Presiden Soekarno secara langsung
terjun dan mengatur perekonomian-perekonomian yang terpusat pada pemerintah
pusat yang menjurus pada sistem ekonomi etelisme menyebabkan menurunnya
kegiatan ekonomi. Pada gilirannya keadaan perekonomian mengalami invlasi yang
cukup parah. Pada akhir tahun 1965 inflasi telah mencapai 650 persen.
Secara khusus sebab-sebab pokok kegagalan ekonomi
terpilih adalah sebagai berikut :
1) Penanganan/penyelesaian masalah ekonomi yang tidak
rasional lebih bersifat politis dan tanpa terkendali
2) Defisit yang makin meningkat yang ditutup dengan
mencetak mata uang sehingga menyebabkan inflasi
3) Tidak adanya suatu ukuran yang objektif dalam
menilai suatu usaha/hasil orang lain
Sementara itu, garis-garis besar Pola Pembangunan Semesta
Berencana Tahap 1 (1961 - 1969) yang telah disusun oleh Dewan Perancang
Nasional (Depernas) dan telah diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal
1 Januari 1961, dalam pelaksanaannya kurang berhasil. Hal ini disebabkan
antara lain sebagai berikut :
1) Rencana pembangunan kurang matang
2) Biaya pembangunan balk yang berasal dari dalam maupun dari luar
negeri kurang memadai
3) Proyek-proyek yang sudah direncanakan sering diterlantarkan
4) Pembangunan lebih mengarah pada pembangunan yang bersifat
Mercusuar, misalnya Monas
c. Politik
Luar Negeri Indonesia
pada Masa Demokrasi Terpimpin
Pada awal pelaksanaan Demokrasi terpimpin, Indonesia
cukup berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dan hubungan Internasional.
Hal ini tampak pada kebijakan-kebijakan presiden dalam politik luar
negerinya, antara lain sebagai berikut :
1.
Ikut ambit bagian dalam
upaya perdamaian di Kongo
dengan mengirimkan Misi Garuda II yang bergabung dengan pasukan perdamaian
PBB yang bernama United Nations Operation of Congo (UNOC).
2.
Pada tanggal 30 September
1960, presiden Soekarno berpidato dalam sidang umum PBB yang -ienguraikan tentang
Pancasila, perjuangan merebut Irian Barat, Kolonialisme, meredakan ketegangan
dunia Timur dan Barat serta usaha memperbaiki orgianisasi PBB. Pidato presiden
Soekarno ini berjudul To Build The World a New ( membangun dunia baru )
3.
Ikut memprakarsai berdirinya
Gerakan Nonblok
4.
Berhasil menyelenggarakan
pesta olah raga bangsa-bangsa Asia (Asian
Games IV) di Jakarta 24 4
September 1962.
Akan tetapi hubungan Indonesia dengan negara-negara
Barat semakin merenggang setelah Barat bersifat pasif dalam masalah
pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Sebaliknya hubungan dengan
negara-negara sosialis komunis erat, karena Uni Soviet bersedia memberi
kredit dalam pembelian peralatan militer. Politik luar negeri bebas-aktif
diganti dengan politik luar negeri poros Jakarta - Pnom Pghen-Peking. Presiden
Soekarno mempertentangkan Nefo - Oldefo Indonesia dengan negara-negara
Komunis termasuk dalam Blok Nefo (New Emerging Forces) terdiri dari
negara-negara Eropa Barat, Inggris dar Amerika Serikat.
Sebagai bagian terhadap aksi menentang oldefo-Indonesia melakukan
konfrontasi dengan Malaysia.
Hal ini disebabkan pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi
Malaysia
yang dianggap membahayakan eksistensi Indonesia dan negara-negara Blok
Nefo. Dalam rangka konfrontasi tersebut, Presiden Soekarno mengucapkan Dwi
Komando Rakyat (DWIKORA) pada tangg 3 Mei 1964 yang isinya sebagai berikut :
1) Perhebat Ketahanan revolusi Indonesia
2) Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim
Malaysia
Pelaksanaan
Dwikora diawali dengan pembentukan Siaga di bawah pimpinan Marsek Omar Dahi,
yang bertugas mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timru dan Barat. Hal ini
menunjukkan adanya campur tangan Indonesia
terhadap masalah-masalah negeri Malaysia. Terpilihnya Malaysia
sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pukulan berat bagi lndonesia
sehingga PBB dianggap telah dikuasai oleh kekuatan Blok Aldefo pada tanggal 7 Januari 1965 Indonesia menyatakan ke luar dari keanggotaan PBB. Dan aksi upaya damai untuk mengakhiri konfronta Indonesia - Malaysia dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tiga negara, meliputi Indonesia, Filipina dan Malaysia di Tokyo, tetapi tidak rnemperoleh kesepakatan. Konfronta Indonesia - Malaysia berakhir setelah terjadi perubahan politik di Inedonesia yaitu pada masa Orde Baru.
sehingga PBB dianggap telah dikuasai oleh kekuatan Blok Aldefo pada tanggal 7 Januari 1965 Indonesia menyatakan ke luar dari keanggotaan PBB. Dan aksi upaya damai untuk mengakhiri konfronta Indonesia - Malaysia dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tiga negara, meliputi Indonesia, Filipina dan Malaysia di Tokyo, tetapi tidak rnemperoleh kesepakatan. Konfronta Indonesia - Malaysia berakhir setelah terjadi perubahan politik di Inedonesia yaitu pada masa Orde Baru.
3. Perjuangan
Pembebasan Irian Barat
Salah satu keputusan dalam KMB (27
Desember 1949) Belanda mengikuti kedaulatan Indonesia sepenuhnya kecuali
wilayah Irian Barat yang rencananya akan dikembalikan setahun kemudian. Namun
setelah pengakuan kedaulatan, Belanda tidak juga menyerahkan Irian Barat
kepada Indonesia.
a. Perjuangan Diplomasi
Dalam upaya membebaskan wilayah Irian Barat dari cengkeraman Belanda
Pemerintah RI pertarna mengambil langkah diplomasi
dilakukan secara bilataral baik dengan pemerintah Belanda maupun dengan dunia
Internasional.
Perundingan (Diplomasi) dengan pemerintah Belanda terjadi pertama
kali pada masa kabineg Natsir tahun 1950 tetapi gagal, bahkan pada tahun 1952
secara sepihak Belanda memasukkan Irian Barat dalam wilayah kerajaan Belanda. Upaya diplomasi
internasional dilakukan oleh kabinet Sastroamijoyo yaitu dengan membawa masalah
Irian Barat ke forum PBB, tapi tidak membawa hasil.
Pada masa kabinet Burhanuddin, Belanda menanggapi bahwa masalah
Irian Barat merupakan masalah antara Indonesia - Belanda dan
mengajukan usul yang berisi tentang penempatan Irian Barat di bawah Uni Indonesia -
Belanda. Disamping membawa masalah Irian Barat ke forum PBB
Indonesia juga melakukan pendekatan dengan negara-negara Asia Afrika dan ini membawa
hasil yang positif, antara lain sebagai berikut :
1) Dalam Konferensi Pancanegara II di Bogor lima negara peserta sepakat
mendukung Indonesia dalam mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah
Indonesia
2) Dalam KAA para peserta mengakui bahwa wilayah Irian Barat merupakan
bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karena Belanda
tidak pernah Menunjukkan etikad baik dalam menyelesa masalah Irian Barat maka pemerintah RI mengambil
langkah-langkah sebagai berikut :
1) Hubungan Indonesia - Belanda diubah dari united status menjadi
hubunganbiasa.
2) Pada tanggal 3 Mei 1956 melakukan pembatalan hasil-hasil KMB
3) Pada tanggal 17 Agustus 1956 membentuk Provinsi Irian Barat yang
berkedudukan di Saosiu dan menunjuk Sultan Tidore, Zaenal Abidin Syah sebagai
gubernurnya.
4) Pada tanggal 18 November 1957 diadakan rapat umum penbebasan Irian
Barat.
5) Pada tanggal 5 Desember 1957 melarang semua film yang berbahasa Belanda,
kapal terbang Belanda juga dilarang mendarat dan terbang di wilayah RI.
6) Pada tanggal 5 Desember 1958 melakukan penghentian semua kegiatan
konsuler Belanda di Indonesia.
7) Dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958 dilakukan
pengambilalihan modal Belanda di Indonesia.
8) Pada tanggal 19 Februari 1958 dibentuk Front Nasional Pembebasan
Irian Barat
9) Pada tanggal 17 Agustus 1960 memutuskan hubungan diplomatik dengan
Belanda
10) Menasionalisasi 700 perusahaan milik Belanda di Indonesia
Sementara itu pemerintah Belanda meningkatkan kekuatan militernya
dengan mengirimkan Kapal Induk Karel Doorman ke Irian Barat. Situasi semakin
memanas dan pada sidang majelis umum PBB tahun 1961 kembali dibicarakan
masalah Irian Barat kepada Indonesia
dengan perantara PBB. Pemerintah Indonesia menyetujui usul
tersebut dengan syarat waktunya dipercepat. Sedangkan Belanda menyatakan akan
melepaskan Irian Barat untuk dilanjutkan di Dewan Perwakilan PBB kemudian
membentuk Negara Papua. Pemerintah berkesimpulan Belanda tidak ingin
menyerahkan Irian Barat pada Indonesia, sehingga tidak ada jalan lain dan
harus diselesaikan dengan kekerasan senjata.
b. Perjuangan Bersenjata
Pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden
Soekarno daIam pidatonya di Jogjakarta
menyampaikan suatu komando dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat
yang dikenal dengan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang isinya sebagai berikut
:
1) Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Kolonial Belanda
2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia
3) Bersiap-siap untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air Indonesia
Realisasi pertama dari Tri Kora adalah pembentukan Komando Operasi
yang diberi nama Komando Mandala pembebasan Irian Barat pada tanggal 2
Januari 1962 dan Mayjend. Soeharto ditunjuk sebagai komandannya dengan tugas
antara lain sebagai berikut :
1)
Merencanakan, mempersiapkan
dan menyelenggarakan Operasi Militer guna mengembalikan wilayah Irian Barat
ke dalam kesatuan RI. Operasi militer itu dinamakan Operasi Jaya Wijaya.
2)
Eksploitasi, dimulai awal
tahun 1963 dengan mengadakan serangan terbuka guna menguasai pos-pos musuh
yang penting.
3)
Konsolidasi, dilakukan pada
tahun 1964 dengan mendudukkan kekuasaan RI secara mutlak di Iran Barat.
Dalam tahapan infiltrasi dilakukan serangan operasi pendaratan di
Irian Barat balk melalui laut maupun penerjunan udara yaitu, operasi banteng
dengan sasaran wilayah Fak-fak dan Kaimana, Operasi Srigala di sekitar Sorong
dan Teminabuan, Operasi Naga di daerah Merauke, dan Operasi Jatayu diarahkan
ke daerah Sorong, Kalimantan, dan Merauke.
Operasi infiltrasi pasgka RI dan pare gerilyawan Trikora di
antaranya diambil dari kalangan mahasiswa. Ontuk merebut kembali Irian Barat
dari tangan Belanda, memang telah dibentuk kesatuankesatuan sukarelawan di
kantor-kantor, sekolah, organisasi mesa dan lain sebagainya. Sebagian dari
sukarelawan ini bersama-same dengan ABRI turLit serta dalam operasi
infiltrasi. Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi pertempuran di laut Arafuru
antara angkatan laut RI melawan kapal perusak dan Frega' Belanda. Dalam
pertempuran tersebut Komando Yos Sudarso dan Kapten Wiranto gugur. Mereka
turut tenggelam bersama kapal RI Macan Tutul. Sejak itu, operasi pembebasan
Irian Barat semakin ditingkatkan. Namun sebelum Operasi Jaya Wijaya
dilaksanakan, datang perintah dari Presiden untuk menghentikan tembak-menembak
pada tanggal 18 Maret 1962, karma pada tanggal 19 Agustus 1962 telah tercapai
persetujuan antara Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat di markas besar
PBB di kota New York dengan pokok-pokok kesepakatan, antara lain sebagai
berikut:
1) Akan dibentuk Pemerintah PBB Irian Barat dengan nama UNTEA (United
Nations Temporaty Executive Authority) selambat-lambatnya 1 Oktober 1962 tiba di Irian Barat.
2) UNTEA memakai tenaga Indonesia
3) Pasukan RI yang berada di Irian Barat tetap berada di sana, di
wilayah Komando PBB
4) Tentara Belanda secara berangsur-angsur dikembalikan
5) Antara Irian Barat dan daerah Indonesia lainnya berlaku lalu
lintas bebas
6) Pada tanggat 31 Desember 1962 bendera RI berkibar di samping
bendera PBB
7) Selambat-lambatnya 1 Mei 1963 Rl secara resmi menerima pemerintahan Irian
Barat
8) RI berkewajiban melakukan Pepera (Penentuan Pendapatan Rakyat)
9) Untuk menjamin keamanan di Irian Barat. PBB membentuk pasukan
keamanan dengan nama United Nations Security Forces (UNSF) di bawah
komando Brigjend Said Udin Khan dari Pakistan.
Penyerahan kekuasaan Irian Barat dari PBB kepadda
pemerintah Indonesia
dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 1963 di Kota Baru. Dan pada hari yang sama,
di Makasar (Ujung Pandang)
dilaksanakan upacara pembubaran Komando Mandala.
c. Pepera
(Penentuan Pendapatan Rakyat)
Pepera merupakan salah satu ketentuan persetujua- 1962 mengenai penyerahan
kekuasaan pemerintahan atas Irian Barat oleh Belanda kepada Indonesia.
Pepera diselenggarakan melalui tiga tahap, antara lain sebagai berikut :
1) Tahap pertama, dimulai pada tanggal 24 Maret 1969, yaitu
mengadakan konsultasi denga Dewan Kabupaten di Jayapura mengenai tata Cara
penyelenggaraan Pepera
2) Tahap kedua, berupa pemilihan anggota dewan musyawarah Pepera yang
berakhir pada bulan Juni 1969.
3) Tahap ketiga, adalah pelaksanaan Pepera pada tanggal 4 Juli
1969 berakhir pada tanggal Agustus
1969.
Pelaksanaan pepera disaksikan oleh utusan
sekretaris Jenderal Duta Besar Ortis Zans melalui pepera ternyata rakyat
Irian Barat secara bulat tetap menyatakan bagian dari negara RI. Hasil pepera
di bawa oleh Duta Besar Orti Zans untuk dilaporkan Umum PBB, untukl mengenang perjuangan
merebut Irian Barat pada tanggal 21 Desember 1995 Presiden Soeharto
meresmikan Monumen Mandala di Makassar.
meresmikan Monumen Mandala di Makassar.
0 comments:
Post a Comment